Hemat Energi dari Sekolah

56
9822

Hemat energi tentu tak asing lagi bagi kita. Banyak pihak menyerukan ajakan hemat energi untuk keberlangsungan sumber daya alam yang terbatas dan tidak bisa diperbarui. Untuk itulah, Kompas MuDA dan Perusahaan Gas Negara mengajak pelajar SMA seluruh Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi dalam gerakan hemat energi. Nama acaranya Enervation.

Panitia membuka peluang untuk semua SMA di kawasan Jabodetabek untuk berpartisipasi dalam acara Enervation. Dari sekitar 40 sekolah yang telah mengajukan proposal untuk gerakan ini, dipilih lima sekolah, yaitu SMAK Ipeka, SMA Santa Ursula, SMAN 28 Jakarta, SMAN 48 Jakarta, dan SMAN 72 Jakarta.

Kelima sekolah tersebut dinilai memiliki program unggulan dalam upaya penghematan energi. Di sekolah masing-masing, mereka mengampanyekan hemat energi yang bisa dilakukan di sekolah. Kreativitas dengan tindakan nyata itu mereka lakukan untuk menekan penggunaan listrik dan bahan bakar minyak. Dalam rangka Enervation, kreativitas dan tindakan nyata itu diuji.

Di Parkir Timur, Senayan, Jakarta, Minggu (25/1), diselenggarakan puncak acara Enervation yang dihadiri semua peserta kompetisi. Di ajang itu, kelima sekolah memamerkan karya dan program nyata mereka.

SMAK Ipeka, Jakarta Barat, memiliki program 3 in 1 yang dinamakan #SkipijamGleam. Ketua Panitia Enervation SMAK Ipeka Joanna Japati mengatakan, sekolah menganjurkan satu mobil yang mengantar jemput siswa harus diisi tiga siswa dari tingkat TK sampai SMA. Dengan anjuran itu, kemacetan di sekitar sekolah diharapkan dapat berkurang.

”Program ini sudah dimulai sejak setahun lalu. Lumayan juga terlihat hasilnya. Kalau pagi, jalan raya di sekitar sekolah lebih longgar. Sebelumnya, satu mobil hanya berisi satu siswa, kadang-kadang mobil balik lagi untuk jemput saudaranya, jadi bikin macet,” kata Joanna.

Bukan hanya siswa SMA yang antusias, siswa SMP pun bersemangat dengan program tersebut. ”Bahkan, ada juga yang sampai membuat grup untuk pergi sekolah,” kata Joanna.

Selain program tersebut, semua siswa di lingkungan Sekolah Ipeka juga menerapkan penghematan listrik. Di setiap sudut ruangan terdapat tulisan ”matikan lampu jika tidak diperlukan”. ”Tema go green kami sudah pakai sejak lama. Kami enggak mau hanya slogan, tapi juga aksi nyata,” kata Joanna.

Lain lagi dengan siswa SMAK Santa Ursula, Jakarta Pusat, yang menciptakan produk penghantar listrik yang dihasilkan dari gerakan manusia yang dinamakan karpet piezoelektrik. Karpet yang ditempeli lempengan piezoelektrik, jika diinjak, akan menghasilkan listrik.

”Daya listrik yang dihasilkan memang tidak begitu besar. Aliran listrik disimpan dulu di dalam aki. Kami memasang karpet di tangga, yang bisa digunakan untuk menghidupkan lampu 5 watt atau jam,” kata salah satu anggota Karya Ilmiah Remaja (KIR) SMA Santa Ursula, Elisabeth Divina.

Menurut Diva, hemat listrik juga dilakukan dari jam pelajaran pertama sampai ketiga dengan tidak menggunakan lampu dan pengatur suhu (air conditioner). ”Kami jadi terbiasa untuk selalu menghemat listrik, baik di sekolah maupun di rumah,” ungkap Diva.

Sederhana dan konsisten

Dari aksi nyata yang dibuat di SMAK Ipeka dan SMA Santa Ursula, terbukti bahwa hemat energi bisa dilakukan dengan langkah sederhana yang membutuhkan konsistensi.

Di SMAN 28 Jakarta, tiga kelas dipakai sebagai uji coba memanfaatkan tenaga surya untuk penerangan. Semula, empat siswa dari ekstrakurikuler robotik membuat charger bertenaga sinar matahari untuk gawai. Setelah berhasil, mereka mengembangkan ilmunya untuk menerangi ruang kelas dengan tenaga surya.

Pemanfaatan sinar matahari ini juga tidak terlalu rumit dan tidak mahal. Cukup dengan panel surya yang harganya hanya puluhan ribu rupiah plus komponen pendukung, seperti volt (tegangan listrik), kondensator, regulator, dan dioda (untuk menerima arus positif negatif).

Para siswa SMAN 48 Jakarta juga berinisiatif dalam gerakan tidak mengisi baterai telepon seluler di sekolah. Dengan menghemat penggunaan listrik di sekolah, para siswa hendak menghemat uang negara.

”Semula banyak yang protes dan tidak suka dengan gerakan ini. Apalagi, mereka terbiasa mengisi baterai di sekolah karena lupa mengisinya di rumah. Kami pun menggelar razia setiap hari,” kata Puspa Salsabila, siswa kelas XI Jurusan Matematika dan Ilmu Alam (MIA), yang tergabung dalam ekstrakurikuler Karya Ilmiah Remaja.

Namun, kini banyak siswa yang malu mengisi baterai di sekolah. Jadi, mereka mengisi penuh baterai ponsel sebelum berangkat ke sekolah.

”Kami tidak tahu persis berapa biaya yang harus dikeluarkan sekolah untuk membayar listrik setiap bulan sebelum ada gerakan ini dan sesudahnya. Namun, kami yakin ada penurunan signifikan setiap bulan karena tidak lagi ada yang mengisi baterai HP di sekolah,” ujar Puspa.

Upaya sederhana, nyata, dan konsisten ini hendak diluaskan. Melalui kegiatan Enervation Muda Bergerak dengan Energi Baik yang diadakan Kompas MuDA dan Perusahaan Gas Negara (PGN) dan didukung Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, langkah anak-anak sekolah ini digaungkan. Kegiatan ini mengajak generasi muda agar peduli dan beraksi untuk lingkungan yang lebih baik melalui aksi hemat energi.

Di acara yang sekaligus untuk peringatan 50 tahun PGN dan harian Kompas itu dibuat juga Deklarasi Hemat Energi Pelajar SMA Se-Jakarta. Harapannya, langkah sederhana, nyata, dan konsisten anak-anak muda ini bisa menjawab persoalan energi.

Lima SMA ini sudah memulai. SMAN 72 dengan Aksi Hemat Energi, SMAN 48 dengan gerakan One Day No Charge, SMAK Ipeka dengan gerakan 3 in 1, SMA Santa Ursula dengan memanfaatkan kanvas piezoelektrik, dan SMAN 28 dengan gerakan Sekolah Berteknologi Hemat Energi. (SIE/TIA)